Jumat, 23 Januari 2015

TITIK NOL


Sebuah filsafat Tiongkok mengatakan : seni sebuah perjalanan adalah manakala kita melupakan siapa diri kita. Agustinus Wibowo dalam bukunya Garis Batas menceritakan perjalanannya di Asia Tengah. 

“Di sini, saya memang bukan siapa-siapa. Identitas dan kebanggaaan yang senantiasa melekat di tubuh tanggal satu per satu. Setelah semua jati diri dan ego itu ditelanjangi habis-habisan, sekarang saya tak lebih dari gelandangan yang harus main kucing-kucingan dengan polisi hanya untuk melewatkan malam. Tak ada identitas lain yang lebih penting, selain berjuang untuk terus bertahan.”

Perjalanan itu tentang bagaimana kita menjalaninya, maknanya sangat tergantung dari penghayatan masing2 individu. Kali ini saya berbeda dengan filsafat Tiongkok maupun Agustinus Wibowo. Buat saya, perjalanan itu justru membuat saya memiliki kesempatan untuk menjadi diri sendiri, jati diri yang sebenarnya. Tidak dibebani identitas dan kebanggaan, benar2 berada di titik nol. Itulah kenikmatan terbesar yang saya rasakan dari sebuah perjalanan.

Kehidupan di jaman modern ini seringkali memaksa kita untuk memainkan banyak peran yang sebenarnya bukan kita. Sedikit banyak perilaku akan dipengaruhi oleh identitas kita. Contohnya, kepentingan pekerjaan menuntut kita untuk selalu tampil rapi dan cantik, lingkungan social memaksa kita untuk jaga image, dan sebagainya. Dunia memang penuh kemunafikan dan melelahkan.

Perjalanan itu seperti oase di tengah padang pasir. Tempat kita melepaskan diri, turun sejenak dari panggung sandiwara kehidupan sehari2. Berada di tempat asing, tidak ada yang mengenal, memperhatikan, memperdulikan siapa diri kita. Disitulah kita bisa benar2 bebas, merdeka, menjadi diri sendiri tanpa beban.

Penampilan awut2an, ngemper di stasiun kereta, lesehan di bandara, diobrak petugas keamanan bandara, dibentak petugas ketika check in, mau nginap dimana, makan dimana, tidak membuat saya ambil pusing dan santai-santai saja. Karena kita sudah bukan siapa-siapa lagi, bukan kita yang punya jabatan A, tingkat pendidikan B, kekayaan C atau identitas2 semu lainnya. Karena kita cuman tinggal diri kita, sebenarnya diri kita, laksana sebutir debu di padang pasir yang luas, tidak penting. 

Hampir sebulan di India menikmati titik nol tentunya menjadi sebuah perjalanan yang menyenangkan, pengalaman berharga, high value...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar