Saya tiba di Stasiun New Delhi tepat pukul 4 sore, satu jam lebih awal dari jadwal keberangkatan kereta yang akan menuju Jaisalmer. Sengaja datang awal agar lebih santai dan tidak tergopoh-gopoh mencari platform (jalur) kereta. Seperti diketahui, jumlah platform di stasiun besar India bisa mencapai puluhan. Jadi harus memperhatikan pengumuman baik-baik karena setiap saat kereta bisa berubah jalur, juga interval waktu keberangkatan antar kereta cukup pendek.
Hal pertama yang saya lakukan saat tiba di stasiun tentunya
melihat informasi keberangkatan kereta dari layar monitor. Kok belum ada ya,
apa mungkin karena keberangkatan kereta masih lama? Lanjut mengamati papan
informasi manual, keberangkatan kereta juga tidak ada. Ah, itu papan mungkin
sudah tidak updated lagi mengingat kondisinya yang terlihat kusam dan
tua.
Setelah
15 menit berlalu dan layar monitor belum menunjukkan perubahan, baru saya
beranjak dari tempat duduk, mencoba bertanya kepada petugas dan memperoleh
informasi bahwa kereta ke Jaisalmer bukan berangkat dari stasiun New Delhi,
tetapi stasiun Delhi. Saya kira Delhi dan New Delhi itu sama, ternyata beda
stasiun. Tetapi santai saja lah, masih banyak waktu, 45 menit. Lagipula jarak
menuju stasiun Delhi hanya 4 km, paling-paling seperempat jam juga sudah
sampai.
Memutuskan
naik tuk-tuk agar cepat sampai, ternyata baru jalan beberapa puluh meter sudah
terjebak macet, bahkan tidak bergerak sama sekali. Di tengah kebimbangan
setelah 15 menit menunggu dan kemacetan tidak ada tanda-tanda segera terurai ,
saya putuskan untuk turun dan berjalan kaki saja. Setelah beberapa ratus meter
berjalan kaki, terlihat jalanan mulai bergerak perlahan. Alhamdulillah…
Saya
kembali memanggil tuk-tuk. Tinggal setengah jam membuat kekhawatiran terlambat
mulai muncul. Keterlambatan yang tidak hanya menghanguskan tiket ke Jaisalmer
saja, tetapi 4 tiket kereta hingga Mumbai, juga tiket domestic flight
Mumbai-Chennai. Rugi ribuan Rupee sudah terbanyang di depan mata. Konsekuensi
yang paling parah tentunya membuyarkan semua rencana perjalanan yang telah ada.
Oh, no!! Tidak ada pilihan selain tidak terlambat. Saya minta kepada pak sopir
untuk memacu kendaraan lebih cepat lagi. Cepettannn pakkk….
Bener-bener
cobaan berat. Baru sebentar jalan, ternyata sudah macet lagi. Kali ini, tak
perlu berfikir panjang buat saya untuk memutuskan turun dan lari
sekencang-kencangnya dengan beban karung (backpack, red) di punggung segede
gaban seperti menggendong anak gajah saja (hiperbola, red). Itu pilihan
tercepat untuk tiba di stasiun dibandingkan moda transportasi apapun. Tanpa
lagi memperdulikan waktu yang tersisa, capek, panas, haus, polisi, garong,
copet, pengemis, calo, Kareena Kapoor, juga Aishwarya Rai. Hanya bisa berlari
dan terus berlari. Lomba lari marathon resmi dimulai.
Berlari
zig zag menghindari ruwetnya kendaraan dan hilir mudik manusia, salah jalan,
hingga sempat naik ricksaw sekali lagi ketika kaki sudah tidak kuasa untuk
diajak kompromi, akhirnya sukses juga duduk manis di dalam kereta sesaat
sebelum kereta bergerak berangkat. Lega, drama yang penuh ketegangan akhirnya
terselesaikan dengan baik.
Ya,
saya memenangkan lomba marathon ini. Bukan medali ataupun tropi, tetapi
berhasil menyelamatkan ribuan Rupee dan rencana perjalanan yang telah tersusun
baik. Menengok jam, kereta memang sedikit terlambat berangkat, yang justru
membuat saya tidak jadi terlambat. Sekali lagi, syukur Alhamdulillah…