Hari kedua di Mumbai
saya manfaatkan untuk ikut Mumbai Darshan. Ini paket tur keliling kota murah
meriah, biayanya hanya Rs 250 (50k IDR). Angkutan yang dipakai cuma bus buntut
tanpa AC. Sumuknya (panas,red) jangan ditanya, ampun dijeee. Tetapi anggap ini
sauna berjalan, jadi enjoy2 saja lah.
Tur
Mumbai Darshan banyak diminati kalangan masyarakat umum India (grassroot, red).
Melihat penampilan peserta tur, dugaan saya nih, mereka bukan orang Mumbai. Mungkin
orang2 daerah yg lagi plesiran ke kota, tampilannya ‘ndeso’, hehe…
Oke,
beginilah cerita perjalanannya. Tur diawali dengan mengunjungi museum yang
memiliki bangunan heritage cantik dan megah, namanya (ambil nafas dulu sebelum
ngetik, red) Chhatrapati Shivaji Maharaj Vastu Sangrahalaya. Ini museum gado-gado
menurut saya. Ada karya seni seperti lukisan dan porselin, patung dewa2 India,
sejarah kerajaan masa lampau, artefak kuno. Kesimpulannya museum tentang India.
Saya
bukan termasuk kategori pecinta museum, bukan museumholic, sama sekali tidak
menikmati kunjungan ke museum. Sejarah memang menarik buat saya tetapi bukan
dengan mengunjungi museum. Seperti kumpulan benda mati saja. Saya lebih senang
mengunjungi situs-situs peninggalan secara langsung sehingga bisa membayangkan
kondisi masa lampaunya, merangkai aktifitas atau kejadian penting yang pernah
berlangsung di tempat tersebut.
Justru
yang jadi perhatian (kekaguman, red) saya adalah usaha kaki lima di trotoar
jalan depan museum yang menawarkan painting on leaf dan name on rice
(menuliskan nama di sebutir beras). Setelah lihat hasilnya dalam kaca pembesar,
bentuk hurufnya betul betul presisi dan akurat, amazing!
O
ya, ada kejadian menarik. Karena pembelian tiket museum dikoordinir sama pihak
tur termasuk saya yang satu2nya orang asing dalam rombongan, jadi bayarnya pun
ikutan local (harap diketahui kalo fee entrance turis asing lima kali lipat
dibadingkan orang India). Bukan maksud mau tipu2, tapi gimana lagi saya kan
hanya ikutan apa kata ketua rombongan.
Bener
saja, si petugas yang memeriksa tiket masuk museum rupanya curiga. Kamu orang
India ? Bukan pak. Berarti kamu harus balik ke loket dan beli tiket lagi untuk
foreigner. Tapi saya rombongan tur Mumbai Darshan pak, beli tiketnya tadi
dikoordinir sama pihak tur. Tetap tidak bisa. Wah, saya rugi dong pak sudah
terlanjur beli tiket yang ini. Kamu dari negara mana? Indonesia. Hmmm (sambil
mikir sejenak, red), okelah kamu boleh masuk. Terima kasih pak.
Saya
kadang tertawa mengingat percakapan panjang lebar begini dengan kemampuan ‘my
english’ yang belepotan ga karuan. Ah, peduli amat, yang penting nyambung,
haha. Dan pelajaran penting dari peristiwa ini adalah nama Indonesia membawa
berkah, asyikkk…
Ini
ngakunya nggak minat sama museum tapi kok kebanyakan bacot, hokeehh lanjut
destinasi berikutnya, sebuah taman namanya Kamala Nehru Park. Sebuah taman yang
terletak di atas bukit Malabar sehingga kita bisa melihat pemandangan kota
Mumbai, itu saja yang menarik dari tempat ini. Kalo tamannya sih cuman pohon2
saja plus patung sepatu yang ramai dipakai foto2, norak sekali (termasuk
saya,red), haha…
Perjalanan
dilanjutkan ke sebuah Mall yang sederhana untuk nonton film 4 dimensi.
Nontonnya cuman 5 menit, tapi ngantrinya sejam lebih. Ngantri berdiri mengular
kayak antri sembako di luar mall, di bawah terik matahari. Silahkan bayangkan
sendiri penderitaan saya kala itu.
Selesai
nonton film 4 D, berikutnya adalah Nehru Science Centre. Konsepnya mirip
seperti Learning Area di Jatim Park 1 Malang, walaupun lebih besar dan lengkap.
Hal yang paling menarik buat saya di sini adalah pemaparan tentang teknologi
nuklir India. Kapan ya Indonesia punya nuklir?
Akhirnya
tur berakhir di pantai yang kondisinya kayak Ancol. (Tidak) indah bukan? Tetapi
sebelum tiba di pantai, bus melewati kawasan elit yang dihuni artis2 Bollywood.
Ditunjukkan kemegahan rumah Shahrukh Khan, atlet kriket Sachin Ramesh (kalo ga
salah, red) dan orang2 terkenal India lainnya. Peserta tur pun dibuat menganga
takjub penuh kegaguman melihatnya, huwwaooo wkkk..
Mengikuti
tur katrok seperti ini memang unik. Saya bisa mengamati karakter sekaligus
menikmati gimana rasanya menjadi penduduk local India. Berinteraksi, piknik
bersama2 mereka yang kebanyakan rombongan keluarga. Menyerap kebahagiaan mereka
walaupun dengan hal2 yang sederhana. Melihat semangat mereka ketika melewati
gedung2 modern bertingkat dan ramai2 memotretnya. Heran lihat saya yang lebih
tertarik motret perkampungan kumuh daripada bangunan modern.
Ah,
jadi inget study tur waktu sekolah dulu, mirip, haha…
|
Add caption |
|
Add caption |
|
Add caption |
|
Add caption |
|
Add caption |
|
Add caption
|
|
Add caption |
|
Add caption |
|
Add caption |
|
Add caption
|
|
Add caption |
|
Add caption |
|
Add caption |
|
Add caption |
|
Add caption |
|
Add caption |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar