Kamis, 15 Januari 2015

MUMBAI DARSHAN


Hari kedua di Mumbai saya manfaatkan untuk ikut Mumbai Darshan. Ini paket tur keliling kota murah meriah, biayanya hanya Rs 250 (50k IDR). Angkutan yang dipakai cuma bus buntut tanpa AC. Sumuknya (panas,red) jangan ditanya, ampun dijeee. Tetapi anggap ini sauna berjalan, jadi enjoy2 saja lah.
Tur Mumbai Darshan banyak diminati kalangan masyarakat umum India (grassroot, red). Melihat penampilan peserta tur, dugaan saya nih, mereka bukan orang Mumbai. Mungkin orang2 daerah yg lagi plesiran ke kota, tampilannya ‘ndeso’, hehe…
Oke, beginilah cerita perjalanannya. Tur diawali dengan mengunjungi museum yang memiliki bangunan heritage cantik dan megah, namanya (ambil nafas dulu sebelum ngetik, red) Chhatrapati Shivaji Maharaj Vastu Sangrahalaya. Ini museum gado-gado menurut saya. Ada karya seni seperti lukisan dan porselin, patung dewa2 India, sejarah kerajaan masa lampau, artefak kuno. Kesimpulannya museum tentang India.
Saya bukan termasuk kategori pecinta museum, bukan museumholic, sama sekali tidak menikmati kunjungan ke museum. Sejarah memang menarik buat saya tetapi bukan dengan mengunjungi museum. Seperti kumpulan benda mati saja. Saya lebih senang mengunjungi situs-situs peninggalan secara langsung sehingga bisa membayangkan kondisi masa lampaunya, merangkai aktifitas atau kejadian penting yang pernah berlangsung di tempat tersebut.
Justru yang jadi perhatian (kekaguman, red) saya adalah usaha kaki lima di trotoar jalan depan museum yang menawarkan painting on leaf dan name on rice (menuliskan nama di sebutir beras). Setelah lihat hasilnya dalam kaca pembesar, bentuk hurufnya betul betul presisi dan akurat, amazing!
O ya, ada kejadian menarik. Karena pembelian tiket museum dikoordinir sama pihak tur termasuk saya yang satu2nya orang asing dalam rombongan, jadi bayarnya pun ikutan local (harap diketahui kalo fee entrance turis asing lima kali lipat dibadingkan orang India). Bukan maksud mau tipu2, tapi gimana lagi saya kan hanya ikutan apa kata ketua rombongan.
Bener saja, si petugas yang memeriksa tiket masuk museum rupanya curiga. Kamu orang India ? Bukan pak. Berarti kamu harus balik ke loket dan beli tiket lagi untuk foreigner. Tapi saya rombongan tur Mumbai Darshan pak, beli tiketnya tadi dikoordinir sama pihak tur. Tetap tidak bisa. Wah, saya rugi dong pak sudah terlanjur beli tiket yang ini. Kamu dari negara mana? Indonesia. Hmmm (sambil mikir sejenak, red), okelah kamu boleh masuk. Terima kasih pak.
Saya kadang tertawa mengingat percakapan panjang lebar begini dengan kemampuan ‘my english’ yang belepotan ga karuan. Ah, peduli amat, yang penting nyambung, haha. Dan pelajaran penting dari peristiwa ini adalah nama Indonesia membawa berkah, asyikkk…
Ini ngakunya nggak minat sama museum tapi kok kebanyakan bacot, hokeehh lanjut destinasi berikutnya, sebuah taman namanya Kamala Nehru Park. Sebuah taman yang terletak di atas bukit Malabar sehingga kita bisa melihat pemandangan kota Mumbai, itu saja yang menarik dari tempat ini. Kalo tamannya sih cuman pohon2 saja plus patung sepatu yang ramai dipakai foto2, norak sekali (termasuk saya,red), haha…
Perjalanan dilanjutkan ke sebuah Mall yang sederhana untuk nonton film 4 dimensi. Nontonnya cuman 5 menit, tapi ngantrinya sejam lebih. Ngantri berdiri mengular kayak antri sembako di luar mall, di bawah terik matahari. Silahkan bayangkan sendiri penderitaan saya kala itu.
Selesai nonton film 4 D, berikutnya adalah Nehru Science Centre. Konsepnya mirip seperti Learning Area di Jatim Park 1 Malang, walaupun lebih besar dan lengkap. Hal yang paling menarik buat saya di sini adalah pemaparan tentang teknologi nuklir India. Kapan ya Indonesia punya nuklir?
Akhirnya tur berakhir di pantai yang kondisinya kayak Ancol. (Tidak) indah bukan? Tetapi sebelum tiba di pantai, bus melewati kawasan elit yang dihuni artis2 Bollywood. Ditunjukkan kemegahan rumah Shahrukh Khan, atlet kriket Sachin Ramesh (kalo ga salah, red) dan orang2 terkenal India lainnya. Peserta tur pun dibuat menganga takjub penuh kegaguman melihatnya, huwwaooo wkkk..
Mengikuti tur katrok seperti ini memang unik. Saya bisa mengamati karakter sekaligus menikmati gimana rasanya menjadi penduduk local India. Berinteraksi, piknik bersama2 mereka yang kebanyakan rombongan keluarga. Menyerap kebahagiaan mereka walaupun dengan hal2 yang sederhana. Melihat semangat mereka ketika melewati gedung2 modern bertingkat dan ramai2 memotretnya. Heran lihat saya yang lebih tertarik motret perkampungan kumuh daripada bangunan modern.
Ah, jadi inget study tur waktu sekolah dulu, mirip, haha…



Add caption
Add caption

Add caption
Add caption

Add caption
Add caption

Add caption
Add caption

Add caption
Add caption















Add caption
Add caption














Add caption
Add caption














Add caption
Add caption











Tidak ada komentar:

Posting Komentar