Sharing
di kalangan backpacker sudah umum dan lumrah dilakukan. Apakah itu sharing
ongkos taxi, sharing info hotel murah, atau sharing tips-tips perjalanan di
suatu destinasi. Begitu juga yang saya alami selama trip panjang tempo hari.
Sempat berbagi ongkos tuk-tuk dengan bule Inggris yang punya darah India dari
kakeknya di Varanasi (sebenarnya dia yg bayarin full, haha, red), plus dikasih
info penginapan murah dan bagus. Atau sharing penginapan dengan bule Spanyol
dan Pakcik Malaysia di Maninjau, sekaligus cerita-cerita pengalaman selama
pengembaraan. Nah, ini yang mau saya ceritakan.
Nah,
giliran si bule Spanyol yang cerita. Ini kunjungan pertama dia ke Indonesia,
pengalaman dia ketika baru tiba di bandara XX (note : maaf, tidak bisa sebutin
namanya, bisa-bisa kena gugat pencemaran nama baik nih, repot kan kalo
di-pritta kan atau di-arsyad kan, tau sendiri gimana orang Indonesia, semakin
ketahuan aib-nya, semakin membabi buta).
Saat
mengurus visa di bagian imigrasi bandara, dia kena palak 600 ribu. Selain itu
si petugas juga ngomong bahwa dia harus keluar Indonesia lewat bandara itu juga
dan bayar 1,5 juta kalo mau perpanjangan). ‘Bukannya saya bodoh atau tidak tahu
pemerasan itu, tapi sebagai foreigner, saya tidak bisa berbuat apa-apa.
Indonesia negara koruptor’, keluhnya. This is my first impression about
Indonesia, lanjutnya. Keluar bandara kena tipu lagi sama sopir taksi, bahkan 2
kali.
Bisa
dibayangkan sendiri gimana raut muka saya waktu itu. Sangat kecewa bahkan tidak
sanggup berkata-kata lagi. Memang saya sering ngalami scam di India. Penipuan
yang dilakukan sopir taxi, tuk-tuk, pedagang asongan, atau penjaga hotel. Tapi
ingat, bukan oleh birokrasi resmi India !!! oh, Indonesia-ku…
Saya
berfikir, apakah selama ini kita (Indonesia, red) lupa mengambil cermin
sehingga tidak tahu buruk muka kita sendiri. Atau kita ini sudah bosan melihat
muka buruk kita, sehingga lama kelamaan menjadi terbiasa, tidak merasa buruk.
Atau malas berdandan, tidak mampu mempercantik diri. Entahlah….
Balik
lagi ke petugas imigrasi tadi, kira-kira itu duit dipakai apa ya. Ngelunasin
hutang, ngewek, atau apa? Moga-moga saja bukan untuk bayar cicilan ONH atau
biaya sekolah TPA anaknya. (maaf, jengkel-geram tingkat dewa, red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar