Berikut
ini sejumlah cerita, pengalaman saya selama perjalanan di India. Tentunya case
by case, tidak bisa dijadikan bahan untuk merumuskan, menyimpulkan, memutuskan,
mengeksekusi, dan me… (isi sendirilah sesuai selera masing2, red). Bahasa
ilmiahnya, terlalu premature, hehe…
Secara umum, kesan orang India terhadap Indonesia
netral-netral saja, malah banyak yang tidak ‘tahu’. Jujur, jauh lebih ‘beken’an
Malaysia dibandingkan Indonesia. Tapi jangan sewot dulu, santai masbro dan mbak
sist. Ini bisa dimengerti karena banyak orang India yang menjadi pekerja migran
di Malaysia. Selain itu proporsi penduduk Malaysia keturunan (etnis) India
cukup besar, sekitar 15-20%. Jadi wajarlah kalo Malaysia lebih dikenal mereka.
Bukan berarti Malaysia lebih hebat dari kita lho… (halah, dasar nasionalis
sempit, jujur aja bilang mereka lebih hebat, biarin! jelek2 negara sendiri,
kalo bukan kita siapa lagi yang banggain, ini ribut ga jelas, sudah sudah,
peace Malaysia, red).
Syukurlah, kesan baik terhadap pemegang paspor ijo
masih bisa diperoleh dari kalangan birokrasi pemerintahan di sana. Terima kasih
buat Presiden RI yang pertama, Ir Soekarno, yang telah membangun hubungan kuat
dengan India di masa lalu, manfaatnya masih bisa dinikmati hingga saat ini.
Pengalaman saya saat berhadapan dengan petugas imigrasi, petugas KA, Inspektur
Vijay (polisi maksudnya, red), semua surprise senang ketika tahu saya orang
Indonesia. Seakan akan dalam hatinya bilang, “kemana aja nih sodara-ku, kok
jarang kelihatan, sering2 main ke sini ya...”
Sekarang
gantian pengalaman buruknya menyandang nama Indonesia. Cukup cerita 2
pengalaman saja biar ga tambah jengkel, stress, ngumpat-ngumpat, cuukkkk…
Pengalaman
pertama ketika baru tiba di kota Jaipur dini hari. Berhubung ini sudah jam 12
malam, tentu sulit mencari penginapan murah yang masih buka. Hotel, rumah
makan, toko, semua sudah pada gembok pagar dan matiin lampu. Melangkah ke luar
stasiun, menelusuri jalanan yang sunyi dengan menenteng backpack, dompet berisi
ribuan dollar, arloji mahal dari Swiss (jangan dipercaya, haha, red) tentu
bukan sesuatu yang nyaman dan aman.
Beruntunglah
tidak begitu jauh kaki melangkah, nampak sebuah penginapan yang sepertinya
‘murah’ dan masih buka, ah leganya. Masih ada kamar pak, masih, kamu dari
India, bukan pak, negaramu mana, Indonesia, Indonesia no, kamu cari penginapan
lain aja . Ini hotel gila! Sudah ga mau duit apa, weyyy, memang kamu pernah
diapain sama Indonesia, memang tampang saya teroris apa. Segala kejengkelan
yang berkecamuk dalam hati menemani langkah saya memulai lagi hunting
penginapan yang tidak mudah di malam itu…
Pengalaman
kedua terjadi di Mumbai. Capek badan setelah menempuh perjalanan jauh dari
Udaipur. Ketika sedang jalan mondar mandir mencari penginapan murah dengan
rangsel di punggung, ada seorang pemuda (calo, red) dengan gigih menawarkan
berbagai macam hotel (pastinya mahal, red). Karena capek dan ga minat, saya
cuek saja, malas mengeluarkan suara, merangkai kata-kata. Tetapi si pemuda
terus nerocos ga habis2 sampai dia nanya, kamu dari Malaysia? Saya jawab dari
Indonesia. Dia tertawa meledek, haha..pantas kamu ga punya uang banyak, saya
tahu uang Indonesia, saya punya Rupiah, nilainya kecil, haha..Ediann, ini orang
India sok banget, memang India lebih kaya apa dari Indonesia. Sama2 negara
miskin dilarang saling mengolok-olok, settaaann…..
Cukup
ceritanya, biar ga nambah tekanan darah…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar